DPD PIKI Jawa Barat mengeliminir Terorisme dengan Mengadakan Edukasi kepada masyarakat dalam bentuk diskusi, di Wisma Sejahtera, Bandung. (Foto:RAL)
BeTimes.id-Terorisme tidak bisa dipandang remeh. Terlebih hasil survei Kementerian Pertahanan Republik Indonesia di era Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyebut TNI terpapar Radikalisme sebesar 3 Persen.
Wakil Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat Persekutuan Intelegensia Angel Damayanti.Ph.D mengatakan, perlunya peran aktif masyarakat terhadap pencegahan terorisme dan paham radikalisme di dalam masyarakat.
“Peran masyarakat ini sangat diperlukan. Agama apa pun, di mana pun seharusnya menjadi sumber mata air bukan saja bagi penganutnya, tapi juga bagi seluruh insan,”kata Angel dalam Diskusi DPD PIKI Jawa Barat bertajuk, “Tangkal Radikalisme Dan Terorisme” di Wisma Sejahtera, Bandung.
Dekan Fisipol Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini mengemukakan, agama sebagai makna leksikalnya yang berarti tidak kacau harusnya mampu menunjukan serta mewujudkan makna itu seluas-luasnya.
Namun, fakta di lapangan justru sama sekali berbeda karena Agama justru menjadi sumber air mata.
“Intoleransi, radikalisme dan terorisme yang berbasis agama sekarang ini semakin menjadi keniscayaan yang tak dapat dihindarkan dan bahkan semakin meningkat,” ujar Angel.
Dia mengatakan, selama dua dekade terakhir intoleran dan radikalisme sangat menguatirkan. “Karena itu PIKI mengedukasi lewat diskusi atau seminar kepada masyarakat tentang bahaya terorisme,;” tambah Angel.
PIkI, menurut Angel, akan memberikan advokasi dan pendampingan hukum terhadap kelompok agama yang mengalami intoleransi.
“PIKI akan memberikan kebijakan yang dihasilkan kepada pemerintah terhadap situasi dan bagaimana menangkal radikalisme dan Intoleransi,”ucap Angel.
Ditambahkan Angel, PIKI akan melakukan komunikasi dan koordinasi terhadap pemerintah setempat da para tokoh masyarakat dan agama.
“Selain itu juga mengembangkan pemberdayaan warga gereja dalam berbagai bentuk, sehingga warga gereja dapat menjadi berkat dan berdampak pada masyarakat sekitar,” ujar Angel.
Sementara, Direktur Wahid Institute Yenny Wahid menyebut hasil survei Wahid Institute tren intoleransi dan terorisme cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
“Dari hasil kajian yang dilakukan Wahid Institute ada sekitar 0,4 % atau sekitar 600.000 jiwa warga negara Indonesia yang pernah melakukan tindakan radikal,” ungkap Yenny, pertengahan Januari lalu, di Kampus IBI Kesatuan, Kota Bogor.
Hal senada, Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan menyebut, selama 12 tahun terakhir Jawa Barat adalah provinsi yang paling intoleran. Setara menemukan, ada sebanyak 629 peristiwa berkaitan pelanggan dan kebebasan beragama di Jawa Barat.
“Di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa Timur adalah tiga daerah tertinggi dari kasus pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia selama 12 tahun terakhir,” ungkapnya.
Sementara itu, dalam diskusi PIKI Jawa Barat, Dekan FH Universitas Parayangan Nanang Supriyatna menegaskan, kejahatan terorisme adalah kejahatan serius yang sangat membahayakan ideologi dan keamanan negara.
“Solusinya yang paling penting adalah penanaman pemahaman Pancasila sejak dini dan harus dipikirkan Pancasila. Pancasila itu Pedoman Penghayatan dan pengamalan Pancasila atau P4 dengan motode zaman now,”ujar Nanang.
Hadir dalam diskusi DPD PIKI Jawa Barat, Pendeta Universitas Kristen Maranatha Bandung Hariman Andrey Pattianakota, Presidium Jaringan Kerja Antar Budaya Wawan Gunawan. Diskusi dimoderatori Dr. Denny Kussoy.
Terkait menanggulangi terorisme, Ketua DPD PIKI Jawa Barat Arijon Manurung meminta agar Pemerintah Joko Widodo hadir. “Jangan dalam menanggulangi terorisme seperti pemadam kebarakan. Sebaiknya secara masif, dan sistematis dengan melibatkan elemen masyarakat,”ujar Arijon ketika dihubungi Jumat (31/1).
Arijon menuturkan, hasil survei Setara Institute yang menyebut provinsi Jawa Barat paling intoleran selama 12 tahun terakhir sangat membuat PIKI prihatin. Karenanya, pentingnya membangun hubungan antar masyarakat dalam menanggulangi masalah ini
“Ini sudah warning. Waktu 12 tahun tumbuh suburnya gerakan intoleransi bukti bahwa masyarakat secara ideologi belum kokoh. Karena itu, dalam mengeliminir kejahatan luar biasa ini dengan melibatkan masyarakat melakukan edukasi dalam bentuk diskusi atau seminar,” ujarnya. (RAL)
Komentar