Dampak PSU Masyarakat Dirugikan, MK Harus Berdasarkan Pertimbangan Subtasnsi Ketimbang Mahkamah Kalkulator

Hukum398 Dilihat

BeTimes.id– Pasca pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pilkada 2024, sejumlah sengketa kembali diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Paling tidak saat ini, ada dua daerah yang masih berlanjut,yakni Kabupaten Kepulauan Talaud di Sulawesi Utara, dan Kabupaten Barito Utara di Kalimantan Tengah.

Menanggapi dua daerah yang akan digelar PSU di Kabupaten Talaud dan Barito maka akan menimbulkan pelayanan publik terganggu, dan dampaknya yang dirugikan adalah masyarakat.

Pengamat Ilmu Pemerintahan dari Universitas Langlang Buana Bandung Rafih S Wulandari menegaskan, agar MK sebagai Lembaga negara bukan sekedar mahkamah kalkulator.

“MK sebagai Lembaga negara dalam melakukan kebijakan harus melihat substansi, jangan sampai PSU dilakukan mengorbankan pelayanan publik,”ujar Rafi, dalam diskusi Media yang digelar Gerakan Indonesia Adil dan Demokratis (GIAD) bertajuk “Menjaga Marwah MK:Independen, Konsisten dan Effisien Dalam Menangani Sengketa Pilkada Pasca Pemungutan Suara Ulang”, di Kedai Riolo, Kwitang, Jakarta, Sabtu (10/5).

Hadir sebagai narasumber antara lain, Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti, Ketua Visi Nusantara Maju Yusfitriadi, Wakil Sekretrais Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi, Peneliti Indonesia Budget Center Roy Salam, dan mantan Ketua Bawaslu RI Abhan.

Diskusi dimoderatori Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow.

Lebih lanjut, diakui Rafi, kasus PSU yang muncul memang tidak bisa dihindari karena Indonesia adalah negara demokratis, yang berhadapan dengan supremasi hukum dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).

“MK sebagai lembaga negara harus dipahami tidak hanya melihat secara prosedural, akan tetapi juga harus dilihat sebagai substansial dimana fungsi pemerintah adalah melayani masyarakat yang harus dipenuhi,” imbuh Rafi.

Menurut dia, minimnya pelayanan Bawaslu dalam pengawasan sehingga terjadinya money politik tidak dapat dihindari.

“Perubahan culturel (Budaya) yang harus dilakukan dengan Pendidikan politik dikedepankan, masyarakat harus diberi kesadaran bahwa memilih itu berdasarkan kualitas dan bukan pertimbangan mobey politik (politik uang-red),”tandasnya.

Hal senada, Roy Salam mengemukakan, sebanyak 26 daerah terjadi PSU, dan dua daerah pemenang Pilkada adalah kotak kosong. “MK harus mempertimbangkan politik anggaran sehingga puluhan triliun yang dikeluarkan efektif dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat ,”tambah Roy.

Roy mengatakan, dengan PSU maka Pemerintah mengangkat Pejababat kepala daerah yang berdampak pada politik anggaran yang dilakukan berpedoman pada program APBD yang lalu. Karena PJ Kepala daerah tidak bisa memutuskan anggran yang baru. (ralian)

Komentar