Namun usahanya gagal karena berhadapan dengan ‘total football’. Dalam hal ini, pandangannya tak mendapat dukungan saat rapat kabinet terbatas berlangsung.
Selain itu, Kwik juga pernah menggaungkan penolakan terhadap langkah pemerintah pada tahun 2009 yang melanjutkan penjualan sejumlah BUMN strategis kepada investor asing melalui proses yang dinilainya penuh konflik kepentingan.
Para pendukung privatisasi beralasan, selama ini BUMN tidak efisien dan merugi, sehingga jika dipertahankan akan membebani anggaran negara. Sementara jika dikelola swasta, perusahaan dikelola secara profesional.
Namun Kwik menilai, masalah yang melilit BUMN selama ini justru sebenarnya lebih karena persoalan manajemen yang banyak diintervensi oleh elit politik.
Kwik juga menyuarakan gagasan agar aset strategis dikuasai penuh oleh negara, bukan dikontrol atau dikelola asing.
Khusus sektor pertambangan nikel, ia menyatakan bahwa pengelolaan sepenuhnya harus dilakukan oleh BUMN agar seluruh nilai tambah tetap menjadi milik bangsa dan bukan investor asing.
Lalu pada tahun 2012, Kwik juga pernah membuat heboh masyarakat dengan pernyataannya tentang utang Indonesia Rp 1.800 triliun.
Komentar