KLHK sebelumnya telah menyegel 11 entitas usaha, terdiri dari empat perusahaan besar dan tujuh perusahaan pemegang izin pemanfaatan hutan tanaman (PHAT). Pemeriksaan mencakup indikasi illegal logging, pelanggaran komitmen no-deforestation, hingga potensi tindak pidana lingkungan.
Swangro menegaskan bahwa GAMKI tidak menolak investasi maupun kehadiran industri, selama tetap berpijak pada hukum dan keadilan ekologis.
Ia menekankan bahwa dukungan terhadap penutupan permanen bukanlah sikap anti-ekonomi, tetapi bentuk keberpihakan pada masyarakat adat, keselamatan warga, dan kelestarian jangka panjang lingkungan hidup di Sumatera Utara.
“Kami tidak menolak investasi ataupun industri. Yang kami tolak adalah praktik yang merusak hutan, mengabaikan masyarakat adat, dan merampas masa depan anak-anak muda Sumut,” ujarnya.
GAMKI juga menyoroti pentingnya menjaga stabilitas lapangan kerja, namun dengan transisi industri yang adil dan tidak memindahkan beban krisis lingkungan kepada masyarakat kecil.
GAMKI mendorong audit menyeluruh yang transparan, pemulihan daerah aliran sungai, serta penataan ulang kawasan konsesi berbasis peta tematik yang sahih.







Komentar