Program KS-NIK Kota Bekasi Diduga Menjadi Permainan Oknum Tidak Bertanggungjawab

Politik897 Dilihat

BeTimes.id — Program Kartu Sehat Berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK) Kota Bekasi diduga menjadi permainan oknum yang tidak bertanggungjawab.

Pasalnya, program KS-NIK ini tidak mencerminkan keadilan bagi masyarakat miskin. Alasannya, semua warga Kota Bekasi (miskin-kaya) mendapatkan program tersebut. Hal ini disampaikan ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bekasi Nicodemus Godjang kepada bekasitimes.id, Jumat (11/10/2019).

Menurutnya, jika program KS-NIK ini dimiliki oleh semua orang yang ada di Kota Bekasi, kuat dugaan telah terjadi potensi permainan. Ditambah lagi ucap dia, kegiatan tersebut tidak berdasarkan data.

“Adil itu tidak harus merata. Kewajiban pemerintah itu hanya untuk menjamin orang miskin mendapatkan kesehatan, bukan orang kaya. Orang kaya itu punya kemampuan sendiri untuk berobat di dalam dan luar negeri,” kata Nicodemus, diruang kerjanya.

Nico panggilan akrab Nicodemus Godjang, juga sering dipertanyakan oleh masyarakat Patriot, khususnya konstituantenya.

Mantan wartawan itu justru bertanya kenapa indikator- indikator pertanyaan masyarakat ini tidak di fasilitasi anggota dewan sebagai mitra pemerintah.

“Kalau orang miskin itukan ada kriterianya, dia berdasarkan data seperti surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang dikeluarkan dari RT/RW,” ucapnya.

Dirinya juga mendapatkan laporan dari konstituennya pada saat mereka sakit, kata Nico, mereka tidak pernah diberikan rincian tentang biaya yang telah dikeluarkan.

“Banyak konstituen saya yang berperasangka buruk terhadap biaya itu. Pada saat mereka sakit dan setelah sembuh, mereka tidak pernah diberikan rincian mulai dari obat hingga biaya yang dikeluarkan waktu dirumah sakit,” jelasnya.

Ia juga membantah jika program KS-NIK ini tidak baik untuk masyarakat, namun lanjut dia, baik itu belum tentu benar.

“Adanya tunda bayar disitu kita juga melihat ada persoalan di program tersebut. Artinya, yang dianggarkan dan yang terjadi berbeda, sehingga muncul kecurigaan jangan-jangan ada cash back disitu,” tegasnya.

Munculnya kecurigaan cash back, lanjut dia, karena tidak adanya transparan pembiayaan yang dilakukan pemerintah daerah kepada pihak rumah sakit.

“Kan bisa saja masyarakat saksi dua hari dibuatnya tiga hari. Atau masyarakat saksi tiga hari dibuatnya satu minggu, karena tidak adanya rincian tadi,” jelasnya. (tgm)

Komentar