Bongkar Mafia BBM di NTT Berujung Pemecatan, Inilah Cerita Rudy Soik

Uncategorized115 Dilihat

BeTimes.id–Kasus Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari Dinas Polri terhadap anggota polisi di NTT, bernama Ipda Rudy Soik membetot perhatian publik.

Ipda Rudy Soik, anggota Polresta Kupang Kota, diberhetikan dengan tidak hormat dari Dinas Kepolisian. PDTH ini tertuang dalam Putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri Nomor: PUT/38/X/2024, Tanggal 11 Oktober 2024, yang dikeluarkan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).

PDTH terhadap terhadap Rudy Soik patut dipertanyakan karena hal ini berawal dari upaya dirinya sebagai anggota Kepolisian dari Polresta Kupang Kota mengungkap kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kota Kupang, yang dalam hal ini diduga melibatkan oknum anggota Polresta Kupang Kota dan oknum Polda NTT.

Penyidikan yang dilakukan atas terjadinya penimbunan minyak jenis solar di Kota Kupang maka Rudy Soik memerintahkan anggotanya dari Polresta Kupang Kota untuk memasang garis polisi atau police line di tempat penimbunan minyak jenis solar (BBM Illegal) tersebut.

Berdasarkan berita dihimpun, pengusutan mafia BBM subsidi jenis solar berawal pada 15 Juni 2024 ketika sedang terjadi kelangkaan BBM di Kota Kupang dan beberapa tempat di daratan Timor.

Rudy Soik yang saat itu sedang menjabat sebagai KBO Reskrim Polres Kupang Kota melapor kepada Kapolresta Kupang Kota Kombes Aldinan Manurung. Rudy kemudian diperintahkan atasannya itu segera melakukan penyelidikan.

Sebagai penegak hukum Rudy Soik mengaku telah melakukan tugasnya dengan baik untuk mengungkap kejahatan tetapi faktanya dengan upayanya mengungkap kejahatan penimbunan minyak solar (BBM Illegal) dengan memasang garis polisi mengakibatkan diberhentikan tidak hormat Rudy Soik dari dinas Polri.

Selanjutnya, Rudy Soik menyampaikan bahwa di awal penyelidikan ia menemukan petunjuk di mana dugaan penimbunan BBM bersubsidi mengarah kepada Law Aguan yang adalah Direktur PT Samudra Pasifik.

Aguan bukan nelayan bukan juga nelayan NTT tapi mempunyai barcode nelayan NTT. Barcode jatah pengisian BBM untuk Law Aguan yang diduga palsu itu dipegang Ahmad Ansar. Fakta tersebut menjadi pintu masuk pengembangan kasus ini.

Ahmad Ansar merupakan terduga pertama yang diperiksa Rudy Soik. Dalam pengambilan BAP Ahmad Ansar mengaku telah menyuap polisi.

“Ahmad Ansar punya kekuatan ketika ada anggota yang berani tangkap dia (polisi) di OTT oleh Propam. Anggotanya diproses Ahmad dilepas. Nah maka ini yang kita harus cari tahu siapa ini Ahmad Ansar,” kata Rudy Soik, Kamis 24 Oktober 2024.

Ahmad Ansar saat diambil BAP bahkan berani menyebut jika dirinya memiliki relasi baik dengan krimsus dan oknum di propam Polda NTT.

Demikian juga ketika Soik memeriksa Algajali Munandar yang setali tiga uang dengan Ahmad memiliki hubungan khusus dengan krimsus.

“Loh ketika orang sudah menjelekkan saya punya institusi apakah saya tidak boleh melakukan tindakan pemasangan police line? Dan pemasangan police line itu ada rangkaian cerita pembelian minyak menggunakan barcode oleh Law Aguan, lalu minyak itu ketika ditemukan oleh polisi disuapin Rp4 juta anggota kita itu dinyatakan bersalah. Kalau dia minyaknya tidak ilegal kenapa dia menjual anggota dan anggota itu diputus bersalah,” gugat Rudy Soik.

“Itulah keyakinan saya sebagai penyidik bahwa ini adalah proses penyalahgunaan niaga, niaga itu pembelian. Penyalahgunaan niaga itu apa menggunakan barcode,” imbuhnya.

Rudy Soik dan anggotanya memang tidak menemukan barang bukti di tempat Ahmad Ansar, hanya untuk mengamankan TKP karena status tempat itu dalam penyelidikan makanya tempat itu dipasangi garis polisi.

Kantongi Sumber Uang Sejumlah petunjuk dan alat bukti sebenarnya mulai mengarah kepada Law Aguan yang belakangan diketahui sebagai bos PT. Samudra Pasifik.

“Poin yang kita kejar itu adalah bukan wadah kosongnya tapi bagaimana dia melakukan pembelian minyak subsidi menggunakan barcode dan siapa itu Law Aguan. Kenapa orang-orang ini menyebut nama anggota Polri. Minyak ini muaranya di mana itulah poin penyelidikan kami waktu itu. Bukan bagaimana mendisiplinkan saya kan begitu,” terangnya.

Uang Miliaran Rupiah Disita Law Aguan lanjut Soik diduga pemain besar, punya 11 kapal. Untuk memenuhi kebutuhan BBM Aguan baru memiliki 4 barcode. Soik telah meneliti dokumen yang dikeluarkan Dinas Perikanan dan Kelautan Kupang.

Di sana ia menanyakan dasar memberikan rekomendasi pengisian BBM kepada Law Aguan, seseorang yang bukan berstatus nelayan NTT tapi pengusaha besar dari Cilacap Jawa Tengah.

“Informasi yang kita dapatkan Dia memiliki 11 kapal tapi yang kita kantongi baru 4 barcode yang saya temukan dalam proses penyelidikan itu, nah bagaimana Dinas Perikanan dan Kelautan memberi kuota minyak nelayan kepada seorang pengusaha yang merupakan direktur PT samudra Pasifik yang berkedudukan di Cilacap Jawa Tengah,” cetus Soik.

“Pertanyaannya ini siapa. Dia ini memang nelayan NTT atau bukan. Peruntukan minyak subsidi ini untuk nelayan atau untuk sekelas kartel orang kaya begitu. Rangkaian penyelidikan ini baru dua hari sudah disuruh minta cooling down. Sudah ditelepon Kabid Propam untuk cooling down,”ujar Rudy Soik.

Kasus PTDH yang menimpa Rudy Soik kini Bersama kuasa hukumnya Judianto Simanjuntak, Ermelina Singereta, Bernard Sakarias Anin, dan Mulya Sarmono melaporkan ke Lembaga Pengaduan Saksi dan Korban (LPSK), Kommas HAM dan Komnas Perempuan.

Kuasa Hukum Rudy Soik, Judianto Simanjuntak mengatakan, Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PDTH) tersebut layak dipertanyakan karena hal ini berawal dari upaya Rudy Soik sebagai anggota Kepolisian dari Polresta Kupang Kota mengungkap dugaan penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mengakibatkan kelangkaan bahan bakar tersebut di Kota Kupang.

Dugaan penimbunan BBM secara illegal itu, lanjut Judianto, juga diduga melibatkan oknum anggota Polresta Kupang Kota dan oknum Polda NTT.

“Atas terjadinya penimbunan minyak jenis solar (BBM Illegal), Rudy Soik memerintahkan anggotanya dari Polresta Kupang Kota untuk memasang garis police line di lokasi yang diduga menjadi tempat penimbunan minyak jenis solar (BBM Illegal) tersebut,”terang Judianto, dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan. (Davin)

Komentar