Ironisnya, di indikasikan setiap rupiah terus menerus hilang akibat korupsi menurut KPK jumlahnya triliunan per tahun sehingga mencerminkan sekolah yang tidak terbangun maksimal demikian juga rumah sakit gratis atau murah yang tidak berdiri, dan generasi yang kehilangan kesempatan hidup lebih baik.
Secara normatif, kondisi ini menegaskan bahwa korupsi bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap kontrak sosial bangsa. Konstitusi Indonesia (UUD 1945) menegaskan tujuan bernegara adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, setiap pejabat korup sejatinya bukan sekadar pencuri uang rakyat, melainkan pengkhianat cita-cita kemerdekaan.
- Demonstrasi sebagai Ruang Publik
Gerakan mahasiswa, buruh, dan rakyat kecil adalah refleksi nyata dari “ruang publik” ala Habermas. Mereka menyampaikan aspirasi bukan lewat parlemen, tetapi lewat jalanan, karena ruang formal politik dianggap macet oleh oligarki. - Krisis Legitimasi
Di tengah tekanan sosial ini, muncul tuntutan agar presiden mundur. Namun, pengalaman sejarah (misalnya pengunduran diri Soeharto 1998) menunjukkan bahwa mundurnya seorang presiden tanpa perubahan struktural hanya menciptakan kekosongan dan instabilitas baru dan di manfaatkan oleh lawan lawan politik nya yang belum tentu bisa membangun bangsa yang lebih baik bahkan jika salah langkah malah mungkin sebaliknya negara menjadi lebih buruk.
V. Rekomendasi Kebijakan: Agenda Perubahan Mendesak
- Menegakkan Kedaulatan Ekonomi
Reformasi total sektor pangan, energi, dan tambang.
Membangun food estate berbasis koperasi rakyat, bukan konglomerasi.
Menahan denga keras arus ketergantungan pada mafia impor.
- Redistribusi Sosial dan Ekonomi
Subsidi produktif untuk UMKM.
Program pemerataan digital dan pendidikan vokasi.
Land reform modern berbasis keadilan sosial.
- Reformasi Hukum dan Pemberantasan Mafia
Penegakan hukum tanpa pandang bulu.
Audit transparan pada kebijakan strategis.
Reformasi peradilan agar bebas dari intervensi oligarki.
Komentar