R. Meggi Brotodihardjo
Be-Times.id- Seratus hari kerja, Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja belum menunjukkan gebrakan dalam menjalankan tugasnya menggantikan Neneng Hasanah Yasin yang telah dipidana dalam kasus suap proyek Meikarta.
Mantan Wakil Bupati Bekasi itu, dilantik Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sebagai Bupati Bekasi Sisa Masa Jabatan Tahun 2017-2022 di Bandung, Rabu (12/6). Ia dilantik setelah Neneng resmi berhenti pada 24 April lalu. Dan tanggal 19 September 2019, Eka genap 100 hari jadi Bupati Bekasi.
Berbagai kalangan menilai, sampai saat ini tidak ada gebrakannya, kecuali hanya retorika. Padahal, masyarakat berharap, di tangannyalah Bekasi Bersinar. Termasuk tak adanya tanda-tanda kemajuan menuju “Bekasi Baru Bekasi Bersih”, sebagaimana yang diharapkan, kata R. Meggi Brotodihardjo.
Pengamat Birokrasi yang juga Ketua Dewan Pengawas LSM Suara Independen Rakyat (SIR), mengaku kecewa atas kinerja Bupati selama 100 hari ini. Sekalipun sebenarnya, 100 hari bukanlah ukuran, namun setidaknya, sudah bisa memperlihatkan adanya tanda-tanda kemajuan pembangunan di daerah industri terbesar di Asia Tenggara ini.
Seratus hari kerja ini, sebagai indikator untuk mengukur efektivitas suatu pemerintahan baru dan sudah lazim digunakan,” kata Meggi. Konsep 100 hari kerja pertama ada di Amerika Serikat (AS) yang dijadikan masyarakat, media massa dan akademisi sebagai ukuran keberhasilan pemerintahan sejak, Franklin D Roosevelt (FDR) mempelopori konsep ini ketika menjabat Presiden pada tahun 1933.
Sebagai Bupati, ia juga penggagas yang visioner, menggebrak, memotivasi rakyat berdaya, membangun visi ke depan,” kata Meggi yang juga Senior Consultant-The Economist and Social Intelligence ini.
Bupati Eka Supria Atmaja belum bisa menunjukkan kemajuan, namun baru sebatas retorika. Tidak ada yang menggembirakan atas kehadirannya memimpin daerah lumbung padi Jawa Barat ini.
Mantan Ketua DPRD Kabupaten Bekasi ini, seharusnya bisa memberikan kabar baik dalam 100 hari kerjanya. Kabar baik ini sebagai awal optimisme masyarakat bisa menggapai hak hidup yang lebih baik.
Sebagai pimpinan baru kata Meggi, optimisme masyarakat sebagai daya dukung dan penguat legitimasi eksistensinya. “Namun hampir 100 hari usia rezim Eka, belum telihat “kabar baik”, tetapi baru sekadar retorika.
Terkait jargon Bekasi Baru Bekasi Bersih, seharusnya sudah bisa terlihat. Sehingga, sejumlah program yang dijanjikan dalam kepemimpinannya hingga 2022 masih bias. Dan jika mengacu pada visi dan misi “Bekasi Bersinar” sebagaimana yang tertuang dalam RPJMD Tahun 2017-2022, harus dipertahankan hingga ada revisi.
Sejumlah indikator, memperlihatkan kabar buruk, sehingga pesimisme rakyat terhadap rezim Eka akan terus menguat. Mantan salah satu Tim Perumus Visi-Misi Kabupaten Bekasi ini, mengaku sebaiknya sejumlah program harus dianalisa, dikaji dan diberikan prioritas.
”Konsolidasi gagal”, bisa terlihat pada tiga indikator utama, yaitu power sharing antara Bupati dan DPRD periode lalu tidak clear, karena tidak segera memililih Wakil Bupati. Kemudian, Reformasi birokrasi, yang bisa dieksekusi pada APBD 2019 demi kesejahteraan rakyat. “Belum mampu bekerja maksimal untuk mengkonsolidasi kinerja birokrat yang profesional,”.
Dikatakan, masalah profesionalisme harus ditingkatkan, karena yang namanya 4.0 itu justru di daerah ini panggungnya. Demikian juga masalah pelayanan publik yang menjadi perhatian, seperti infrastruktur jalan yang dikeluhkan dan masih tingginya pengangguran di daerah yang berbatasan dengan Ibu Kota Jakarta ini.
Berbagai persoalan yang disampaikan masyarakat, belum mendapat perhatian, seperti pembangunan jalan dan jembatan yang diduga banyak permasalahan. Dan paling anyar terkait Open Bidding yang diduga tidak benar dan tidak tuntas. Megi tetap berharap, kinerja Bupati ke depan haru jauh lebih baik. (hem)
Komentar