LSM Topan AD Laporkan Beberapa Sekolah Menengah Atas Ke Kejari Kota Bekasi

Hukum604 Dilihat

BeTimes— Lembaga Swadaya Masyarakat Team Observasi Penggunaan Anggaran Negara dan Anggaran Aset Daerah (LSM – Topan AD) laporkan beberapa Sekolah Menengah Atas Negeri dan Swasta ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi.

Laporan tersebut mengenai adanya dugaan pungutan yang tidak mempunyai payung hukum, seperti iuran bulanan dan sumbangan awal tahun. Hal ini disampaikan Ketua Umum Topan AD Muara Sianturi kepada bekasitimes.id, Rabu (16/6)

Menurut Muara, indikasi ini sangat merugikan orangtua murid dan negara. Sehingga katanya, dirinya terpanggil untuk melaporkan dugaan tersebut kepada Kejari Kota Bekasi.

“Saya berharap laporan ini dapat ditindaklanjuti oleh Kejari Kota Bekasi. Mengingat ajaran baru dunia pendidikan akan segera datang,” kata Muara.

Ia menjelaskan, selama dilakukan observasi oleh Tim Topan AD sekolah menengah atas di Kota Bekasi ada tujuh yang masih melakukan pungutan dan iuran bulanan kepada orangtua murid.

Dari tujuh sekolah tersebut enam merupakan sekolah negeri (SMKN 5) dan satu swasta di Kota Bekasi.

Tempat terpisah Kepsek SMKN 5 Agus Setiawan, berterima kasih atas kepedulian LSM Topan AD terhadap keuangan dan kemajuan dunia pendidikan yang ada di sekolah.

Menurutnya, tindakan yang diambil sekolah merupakan implementasi dari peraturan yang ada, seperti Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri mengenai Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dimasa pandemi Covid-19.

“Dalam SKB tersebut tatap muka itu diperbolehkan dalam zona oranye dan zona hijau. Sedangkan zona merah tidak diperbolehkan,” kata Agus, Kamis (17/6).

Sedangkan penggunaan dana Bos tahun 2020 kata dia, mengacu kepada Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Bos Reguler yang ditetapkan 9 April masa penetapan kedaruratan kesehatan.

“Jadi peraturan beserta Juknisnya sudah jelas dimasa kedaruratan, yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Jadi pembelajaran itu tetap ada, khusus praktek tatap muka dengan menerapkan prokes. Untuk yang umum melalui daring,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, bahwa SPP di sekolahnya tidak dilakukan pungutan secara paksa dari orangtua murid. Alasannya, SPP atas partisipasi orangtua murid melalui komite, yang ingin membantu dalam hal peningkatan mutu pendidik.

“Jadi kita punya program yang belum bisa dipenuhi pemerintah dari dana bos, sehingga kita serahkan kepada orangtua murid melalui komite untuk dirapatkan,” katanya.

“Jika mereka minta dilakukan program ini, pastinya kita punya beban biaya dan mereka dalam rapat komite membahasnya (besarannya) untuk pembiayaannya, kalau mereka menolak juga tak apa-apa,” jelasnya.

Agus mengatakan dalam tataran sekolah kejuruan banyak juga orangtua siswa yang tidak memberikan sumbangan, karena memang mereka kurang mampu.

Masih banyak juga ucapnya, siswa yang kurang mampu disekolah kejujuran dan mereka dibebaskan dari segala sumbangan dalam bentuk apapun.

“Sedangkan yang mampu dipersilahkan sesuai kemampuannya, usai melalui rapat komite sekolah. Jadi kesimpulannya sekolah tidak pernah ikut campur mengenai berapa biaya (sumbangan) yang harus dikeluarkan orangtua siswa,” tutupnya. (tgm)

Komentar