PGI:KDRT Juga Terjadi di Rumah Tangga Kristen, Karena Itu Butuh Basis Data

Pendidikan81 Dilihat

BeTimes.id–Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) masih menjadi isu yang cukup tinggi di berbagai lapisan masyarakat, termasuk di lingkungan komunitas beragama seperti gereja.

Meski nilai-nilai kasih dan perdamaian dijunjung tinggi, realita menunjukkan bahwa banyak kasus KDRT yang tidak terlaporkan karena stigma, rasa malu, atau kurangnya pengetahuan akan hak, dan perlindungan hukum.

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengatakan, bahwa gereja sebagai rumah rohani, dan tempat di mana kasih berdiam, ada damai bersemayam dan bertumbuh.

“Tapi hari ini kita harus akui sebuah ironi, di balik tembok gereja, bahkan rumah tangga yang disebut rumah tangga Kristen, ada suara yang tidak terdengar, ada jeritan yang ditahan, ada tubuh yang memar. KDRT bukan isu jauh di luar sana, KDRT ini isu di sekitar kita, ia bisa saja terjadi pada jemaat, bahkan pada keluarga yang duduk di bangku depan ibadah setiap minggu,” ujar Ketua Umum PGI, Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty dalam sambutan pembuka,dalam diuskusi Webinar bertajuk “Tanggungjawab Bersama untuk Mencegah dan Menangani KDRT”, Senin (11/8).

Pada kesempatan itu, ia pun mengingatkan pentingnya gereja memiliki data berbasis jemaat terkait kasus KDRT. “Saya sering sampaikan ke sinode atau atau jemaat coba melakukan survei tertutup untuk mengetahui berapa banyak kekerasan terjadi dalam rumah tangga di setiap jemaat, supaya pelayanan bisa dibangun berdasarkan data riil yang tersedia,” tandasnya.

Secara periodik, lanjut Jacky, data tersebut diuji kembali. Jika masih tinggi berarti pelayanan sebagai gereja belum pas. “Misalnya nanti setiap tiga bulan data itu kita uji, jika tetap tinggi, maka kita harus melihat, memproses bagaimana metode-metode intervensi yang harus dilakukan. Data-data seperti itu secara grafis bisa ditampilkan di depan supaya orang gelisah, dan semua komponen pelayanan melihat bahwa ini ada masalah dengan jemaat kita, ada masalah dengan gereja kita,” tandas pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) ini.

Sementara, Komisioner Komnas Perempuan Dahlia Madani memaparkan data terkini terkait kasus KDRT. Disampaikan bahwa data pengaduan dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2024 menunjukkan tren kasus yang paling banyak terjadi adalah kekerasan terhadap istri/KTI (5.950 kasus).

Data ini juga menunjukkan bahwa data dalam lingkup KDRT (KTI, KTAP, RP lain) sebanyak 83,70% dari total data pelaporan di ranah personal.Menurut Dahlia, tingginya data KTI juga menunjukkan ketimpangan relasi gender antara suami dan istri masih cukup besar yang antara lain diindikasikan dengan posisi subordinat istri dalam perkawinan.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam 20 tahun implementasi UU PKDRT masih mengalami hambatan dan tantangan.Berdasarkan data pengaduan Komnas Perempuan, tidak sedikit korban yang memilih untuk melepaskan belenggu KDRT dengan menempuh jalur hukum.

Terdapat 132 kasus (19.6%) korban yang berani melaporkan kasusnya ke Kepolisian. Namun, korban masih menghadapi hambatan saat membawa kasusnya ke ranah hukum dan peradilan.

Data pengaduan Komnas Perempuan menunjukkan sebanyak 7 kasus KTI yang mengalami delayed in justice dan 17 kasus KTI mengalami kriminalisasi.

Melihat masih tingginya kasus KDRT, Dahlia Madani melihat yang dapat dilakukan oleh gereja adalah memberdayakan korban, menyediakan layanan krisis atau lembaga bantuan hukum berperspektif korban, membentuk komunitas antikekerasan yang memulihkan di lingkungan gereja, dan sosialisasi keadilan gender melalui pelatihan, studi/penelitian, sosialisasi makna keadilan menurut perempuan korban kekerasan melalui penelaahan Alkitab, penerbitan modul audio-visual, dan mimbar gereja.

Selain itu, menggiatkan kembali organisasi atau perkumpulan perempuan, serta mengatakan secara jelas dan tegas kepada umat serta publik bahwa kekerasan terhadap perempuan apapun bentuknya adalah dosa. (ralian)

Komentar