PNPS GMKI: PSBB Tidak Berjalan Maksimal Karena Gunakan Bahasa Asing 

Peristiwa708 Dilihat

BeTimes.id-Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak berjalan maksimal  jika dilihat dari tingginya jumlah yang terkonfirmasi. “Sejak Maret PSBB diterapkan sampai saat ini menjadi indikator PSBB tidak berjalan sesuai harapan,” kata Sekretaris Jenderal Pengurus Nasional  Pertemuan Senior Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PNPS GMKI) Dr (Cand) Sahat HMT Sinaga, MH, dalam diskusi Webinar Nasional yang digelar DPP PIKI bertajuk “Upaya Penanganan Covid-19 di Indonesia,  Kamis (14/5).

Sahat mengutarakan,  Pemerintah sudah mengimbau masyarakat melakukan social distancing kemudian physical distancing tetapi himbauan ini tidak maksimal.

“Penggunaan istilah dengan bahasa asing itu tidak akrab di telinga masyarakat umum dan kata imbauan itu secara hukum lemah”, ujar Ketua Umum DPP GAMKI periode 2003-2007 itu.

Menurut Sahat, penggunaan kata imbauan yang dilakukan pemerintah tidak memiliki kekuatan hukum. Sebab,  lanjut Sahat,  tidak ada sanksi bila imbauan itu tidak dilakukan.

“Setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang penerapan PSBB baru memiliki kekuatan hukum yang memiliki sanksi,” tutur Sekjen PNPS GMKI itu.

Sahat berpendapat, perpanjangan PSBB dan diterbitkannya Peraturan gubernur (Pergub) tentang pengenaan sanksi terhadap pelanggaran pelaksanaan PSBB di DKI Jakarta dan pelaksanaan PSBB di Jawa Barat juga belum memenuhi harapan.

“Penegakan hukum selain ditentukan oleh aturan-aturan hukumnya sendiri, fasilitas, mentalitas aparat penegak hukum, juga sangat tergantung kepada faktor kesadaran dan kepatuhan masyarakat yang disebut dengan budaya hukum, baik secara personal maupun komunitas sosialnya masing-masing”, terang Sahat.

Sementara itu,  Ahli Genetika Molekular FK Universitas Maranatha Bandung Theresia Monica Rahardjo mengatakan,  terapi plasma Konvalesen saat ini sedang diujicobakan bagi pasien Virus Corona.

“Terapi Plasma Konvalesen ini cara dengan biaya terjangkau, mudah serta cepat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh secara instan”, tukasnya.

Terapi ini, kata Monica diberikan agar tubuh memiliki sistem kekebalan dari infeksi virus corona. Sehingga tubuh manusia mampu melawan efek merusak virus. “Terapi ini tidak diberikan kepada pasien Covid-19 dengan kategori ringan”, jelasnya.

Dia mengatakan, pendonor pun memiliki kriteria khusus, seperti tes PCR Positif lalu melewati fase 14 hari bebas gejala dan ditandai dengan dua kali tes PCR negatif.

Peneliti Pusat Permodelan Mate-matika dan Simulasi Institute Teknologi Bandung (ITB)  Edy Soewano mengatakan,  data Kementerian Kesehatan, akumulasi penderita Covid-19 sampai 13 Mei 2020 terkonfirmasi  positif sebanyak  15.438 orang, akumulasi sembuh 3.287 orang, dan meninggal 10.28 orang.

Menurutnya, terdapat kenaikan jumlah positif sebanyak 689 orang dari hari sebelumnya merupakan jumlah kenaikkan tertinggi sejak virus corona diumumkan masuk ke Indonesia.

Dalam melakukan penghitungan prediksi tersebut, Edy mengatakan, keberhasilan pengendalian penyebaran ini sangat tergantung pada pelacakan dan isolasi kasus-kasus terinfeksi dan yang tidak terduga.

“Kita menggunakan beberapa indikator dan terminologi dalam melakukan simulasi prediksi penanganan virus seperti rasio reproduksi, kurva kumulatif, dan kurva harian ODP, PDP, dan positif”, ujarnya.

Ketua Panitia Webinar, Arijon Manurung mengatakan, kegiatan ini merupakan sumbangsih PIKI terlibat dalam penghentian laju penyebaran virus. “Semua komponen dan kelompok masyarakat penting untuk terlibat dan ini sebagai tanggung jawab kami sebagai kaum cendikia Kristen untuk bangsa Indonesia”, tambah Arijon yang juga Ketua DPD PIKI Jawa Barat ini. (Ralian)

Komentar