Kemudian, empat hakim yang terdiri dari dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat. Lalu hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU).
Terkait Djuyamto, Direktur Penyidikan pada Jampidsus Abdul Qohar mengatakan, dia selaku ketua majelis hakim perkara ekspor CPO, menerima uang suap senilai Rp 6 miliar dari tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Diketahui, Arif menerima uang suap senilai Rp 60 miliar dari tersangka Muhammad Syafei selaku tim legal Wilmar melalui perantara Wahyu Gunawan selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara.
Selain Djuyamto, hakim anggota majelis, yakni Agam Syarif Baharudin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM), juga menerima suap dari tersangka Arif. Kejagung menyebut, uang Rp 60 miliar itu diberikan untuk mengatur perkara agar dijatuhkan putusan yang menyatakan perbuatan tiga terdakwa korporasi ini bukan suatu tindak pidana atau ontslag.
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai oleh Djuyamto menyatakan bahwa para terdakwa yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primer maupun subsider penuntut umum. Akan tetapi, perbuatan itu dinilai bukan merupakan suatu tindak pidana. Sehingga, para terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum atau ontslag. (ralian)






Komentar