Anggota Komisi II DPRD Budiyanto : Pemkab Bekasi Harus Mampu Tingkatkan Produksi Pertanian

Bisnis319 Dilihat

BeTimes.id-Kabupaten Bekasi dikenal sebagai lumbung padi Jawa Barat, karena lahannya teknis dan subur yang bisa panen dua kali setahun, namun secara bertahap lahan pertanian itu, terus menyusut setelah daerah ini dijadikan pengembangan industri.

Dan sebagai daerah industri terbesar di Asia Tenggara, selain lahannya tergerus akibat kepentingan pembangunan kawasan dan zona industri. Tinggal sekarang ini, bagaimana bisa mempertahankan lahan pertaniannya. Sebab, jika tidak ada aturan yang kuat, bisa jadi, julukan sebagai lumbung padi, akan hilang. Menurut keterangan, lahan petanian teknis saat ini, sekitar 57 ribu hektar dan bisa ke depan masih menyusut menjadi 34 ribu hektar,sehingga diperlukan perhatian yang lebih besar terhadap sektor pertanian ini.

Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Bekasi Budiyanto mengatakan, terobosan untuk meningkatkan produksi padi melalui teknologi, sebagai upaya mempertahankan daerah ini sebagai lumbung padi Jawa Barat. Sebab, sulit menghindari menyusutnya lahan itu, maka terobosan yang harus dilakukan untuk meningkatkan produksi pertaniannya. Pemerintah Kabupaten Bekasi harus menerapkan teknologi pertanian. Kalau biasanya 2 kali panen dalam setahun, harus menjadi 3 kali.

Diakui, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi dinilai kurang berpihak pada sektor ini. Ada dua pendekatan yang menganggap bahwa Pemkab Bekasi tidak menjadikan pertanian sebagai satu sektor ekonomi yang sesungguhnya kekuatan. Di daerah yang berbatasan dengan ibu kota Negara ini, ada kawasan dan zona industri dengan sekitar 6.000 pabrik. Statement bahwa wilayah pertanian 57 ribu hektar, 52 ribu, 48 ribu hektar dan membuktikan lahan pertanian sangat besar. Data sesuai dengan Perda 12 tahun 2011 tentang rencana tata ruang pasal 29 ayat 3 bahwa lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk Kabupaten Bekasi periode 2011 sampai 2031 itu seluas 35.244 hektar dan dengan luas yang cukup siknifikan, tetapi alokasi anggarannya sangat minim di banding besarnya APBD Kabupaten Bekasi.

Menurut Budiyanto, Pemkab tidak menjadikan pertanian prioritasnya, terbukti dengan alokasi anggaran yang sangat minim.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2021 mencapai Rp.6, 6 triliun, sementara untuk anggaran pertanian hanya Rp.20 miliar.

Dan kalau disetarakan dengan pembanguna jalan, hanya membangun 15 km. Maka dengan APBD yang cukup besar , tapi sektor pertanian hanya Rp.20 miliar, itu berarti pertanian tidak dijadikan sebagai sektor penting. “Seharusnya, sektor ini mendapat alokasi anggaran yang cukup besar. Dari beberapa aspirasi petani, jauh sebelum masuk di Komisi II sebagai institusi politik yang langsung menangani pertanian, saya sudah banyak komunikasi, mungkin didasari dengan latar belakang sebagai sarjana IPB, insting alumni pertanian sangat memperhatikan pertanian. Melihat anggaran dari tahun ke tahun, saya sedikit agak makro melihat. Artinya kalau pertanian menjadi bagian visi, itu harus pendekatannya bukan politis tapi praktis,” katanya.

Berbicara masalah pertanian, Bekasi dengan komposisi masih sangat besar. Di dalam Perda Tata Ruang pasal 29, ada 12 Kecamatan wlayah pertanian dan orangnya petani di sana.
Karenanya, ia berharap agar upaya Pemerintah menjaga ketahanan pangan, harus diimbangi dengan pengalokasian anggaran yang cukup mendukung. “Kita punya mimpi memberikan kontribusi kesejahteraan masyarakat Bekasi yang di dalamnya pertanian, satu langkah yang dilakukan adalah identifikasi permasalahan-permasalahan pertanian. Dari sisi pendekatan, produktifitas dan sisi pendekatan sarana dan prasarana pendukung adalah saluran air, baik sungai irigasi, bendungan dan juga pintu air, kemudian kebijakan pupuk dan yang lain, bahwa regulasi terkait langsung atau tidak langsung pengebangan pertanian,” katanya.

Dikatakan, berdasarkan kunjungan langsung ke bendungan Caringin, di Desa Sukamakmur, Kec.Sukakarya, hanya masalah pintu air saja, dipimpong sana sini masalah kewenangan. Pemda melempar kesana kemari. “ Ini juga kelemahan kami di DPRD yang kurang mampu mengidentifikasi. Ternyata bendungan itu dibangun tahun 2002, ketika Wikanda Darmawijaya sebagai Bupati, namun di saat bendungan itu rusak, tidak diperbaiki dengan alasan masalah kewenangan, Padahal, dulu dibangun dari APBD, seharusnya saat ini dua pintu bendungan yang rusak bisa dianggarkan dari APBD Kabupaten Bekasi, karena biayanya paling besar Rp.200 juta. “Saya berharap agar sektor pertanian ke depan mendapat perhatian besar melalui alokasi anggaran yang cukup besar pula,” katanya. (advertorial)

Komentar