UKI: Keadilan Masih Menjadi Masalah Besar di Tanah Papua

Politik455 Dilihat

Diskusi bedah buku Papua di Grha Oikumen Jakarta. Markus Haluk penulis buku seri tentang Papua (kanan)

BeTimes.id – Akademisi Universitas Kristen Indonesia (UKI), Antie Solaiman mengatakan, kekerasan di zaman Orde Baru masih meninggalkan bekas luka pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di tanah Papua.

Antie mengemukakan di buku ke empat tulisan aktifis Hak Asasi Manusia (HAM), yang juga cendikiawan asal Papua Markus Haluk, menceritakan di pemerintahan Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa luka kekerasan HAM masih ada dan terjadi di Tanah Papua.

“Kekerasan masih dirasakan di Papua. Masalah keadilan masih menjadi persoalan besar, termasuk politik, ekonomi dan moral,” tegas Antie dalam diskusi bedah Buku Seri Sejarah Politik, HAM dan Demokrasi di West Papua, yang diluncurkan di Grha Oikoumene, Jakarta, Kamis (15/6).

Hadir sebagai pembicara, diantaranya Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid, Akademisi UKI Dr. Antie Solaiman, dan Peneliti BRIN Prof. Dr. Cahyo Pamungkas.

Sementara itu, Cahyo Pamungkas dan Usman Hamid juga sependapat buku Buku Seri Papua karangan Markus Haluk ini bisa menjadi naratif alternatif dari yang sudah diterbitkan oleh pemerintah. Buku ini juga memberi sumbangsih besar bagi khasanah keilmuan, sekaligus sebagai masukan yang besar untuk membantu mengeliminir kekerasan yang terjadi di Papua, dan mensejahterahkan masyarakat Papua.

Cahyo melihat lima seri Buku Sejarah Politik, HAM dan Demokrasi di West Papua ini merupakan bagian dari kebebasan dan tanggungjawab akademik dari seorang Markus Haluk. Selain itu, buku ini juga menjadi penting karena kekerasan politik sangat meningkat di Papua.

“Buku ini bisa menjadi counter terhadap beberapa buku sejarah tentang Papua yang dibuat oleh pemerintah. Maka biar orang Papua sendiri yang membaca dan menganalisis tentang Papua. Anggap buku ini sebagai pelurus sejarah, dan karena ada yang belum selesai, serta Papua belum menjadi rumah yang memberi rasa keadilan bagi semua,” ujarnya.

Rekam jejak serta dinamika sosial, ekonomi, politik, dan budaya, yang terjadi di Papua selama hampir 20 tahun terakhir, terekam dalam memori seorang tokoh muda sekaligus aktivis Papua, Markus Haluk, yang disajikan secara komprehensif dalam 5 buku Seri Sejarah Politik, HAM dan Demokrasi di West Papua, yang diluncurkan di Grha Oikoumene, Jakarta.

Markus menyelesaikan Pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur, Jayapura tahun 2004. Sejak mahasiswa hingga saat ini, ia tercatat sebagai aktivis HAM dan banyak terlibat melakukan advokasi korban kekerasan di tanah Papua. (Ralian)

Komentar