Exposet Strategic: Pemakzulan Presiden Jokowi Tidak Efektif

Politik160 Dilihat

BeTimes.id–Musuh terbesar Presiden Joko Widodo adalah dirinya sendiri. Namun, isu pemakzulan menjelang Pemilu 2024, yang diguiirkan kelompok orang tidaklah efektif dan tidak realistis secara politik.

Analisis Exposet Strategic Arif Susanto mengatakan, sangat menyayangkan pernyataan Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra menyebut bahwa pemakzulan adalah inkonstitusional.

“Sama hal, ketika Orde Baru tahun 1999, Soeharto mengatakan kalau ada yang menghambat atau menghalangi demokrasi akan saya gebuk,” ucap Arif, dalam diskusi PARA Syndicate bertajuk “Menimbang Pemakzulan&Siapa Malin Kundang”, di Jakarta, Kamis (18/1).

Arif mengingatkan, agar Yusril berhati-hati untuk mengatakan, inkonstitusional terhadap pemakzulan tersebut. Meski demikian, Arif mengatakan, dirinya tidak sependapat bila dilakukan pemakzukan presiden menjelang Pemilu 2024. Alasannya, karena tidak ada yang dilakukan Jokowi secara inskontitusoonal.

“Jokowi juga tidak melakukan pengkhianatan negara. Beliau juga tidak terbukti melakakukan tindak pidana korupsi, atau perbuatan tercela. Terakhir, sampai hari ini tidak ada pelanggaran konstitusi yang dibuat presiden Jokowi,”kata Arif.

Arif menuturkan, proses pemakzulan Jokowi akan memakan waktu padahal kekuasaan Jokowi akan berakhir 20 Oktober 2024.

Menurutnya, jika proses pemakzulan dilakukan bisa dedlock, dan Indonesia pernah mengalami pemakzulan terhadap Presiden Abdurrahman Wahid. “Kita pernah mengalami dedlock waktu Gus Dur diturunkan.

Membayangkan deadlock coba bayangkan situasi Turki, jauh lebih buruk kalau terjadi deadlock,”ujar dia.

Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Politik Lingkar Madani Ray Rangkuti menegaskan, bahwa Jokowi selama Pilpres tidak netral.

Hal itu, lanjut Ray, ketika Prabowo “babak belur” dalam debat calon presiden berhadapan dengan calon presiden Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Menurut Ray, Jokowi ikut campur tangan terhadap penyelenggara Pemilu karena elektabilitas Capres Prabowo-Gibran stagnan dikisaran 46,3 persen.

“Makanya Jokowi ikut campur terhadap penyelenggaraan Pemilu. Apalagi sekarang ini ada upaya Paslon 01 dan 03 bersatu. Jika berkoalisi maka suara pendukung Ganjar 80 persen akan ke Anies, sementara suara Anies hanya 60 persen ke Ganjar. Lebih kuat ke Anies,” ungkap Ray.

Ray mengatakan, perjalan politik Jokowi hingga menjadi Presiden tidak bisa dilepaskan dari peran Ketua Umum Megawati dan partai PDIP.

“Dari jabatan wali kota dua periode, gubernur, dan Presiden dua periode. Anaknya dicalonkan jadi wali kota (Kota Solo-red). Menantunya dicalonkan wali kota (Medan-res) dikasih. Semua dikasih, tapi perlakuan Jokowi terhadap Megawati ibarat air susu dibalas air tuba,” ujar Ray. (dav)

Komentar