KIPP :Menang Tanpa Legitimasi Sangat Berbahaya Bagi Penyelenggaraan Negara

Politik412 Dilihat

Dia mengemukakan, seharusnya belajar dari Pemilu Orde Baru tahun 1997. Pemilu curang, namun karena tidak memiliki legitimasi dan terjadi praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Karena tidak punya legitimasi etis akhirnya Pemerintahan Orde Baru tumbang dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden, kemudian digelarnya Pemilu 1999.

“Pertanyaan saya begini, jika Pemilu 2024 yang menang nir etis. Dia akan bertahan berapa lama, kalau Orde Baru 8 bulan. Kalau basis tanpa legitimasi etis, pasca pemilu apa yang terjadi. Menang tanpa legitimasi sangat berbahaya bagi terjadinya penyelenggaraan negara,”tandas Jojo.

Dalam acara yang sama, Pemangat dari Vinus Indonesia Yusfitriadi mengemukakan, diterimanya Gibran sebagai Cawapres dinilai tidak ada payung hukumnya.

Menurut Yusfitriadi, Bawaslu tidak memainkan perannya secara maksimal dalam melakukan pengawasan terhadap Paslon Capres dan Cawapres. “Gibran dalam kasus Car Freday dinyatakan Bawaslu DKI bersalah, tapi Bawalu Pusat tidak mengatakan bersalah. Ditambah DKPP sudah berkali-kali memutuskan tidak berdampak apa pun,”tambahnya.

Yusfitriadi mengatakan, ketika PPATK merilis adanya anggaran janggal yang masuk dalam 21 rekening bendahara partai politik Bawaslu tidak bertindak untuk mengusut.

“Padahal kita tahu dana kampanye diatur dalam undang-undang. Keputusan DKPP hari ini sebuah gagasan penyelenggara pemilu melakukan kejahatan Pemilu. Karena konspirasi terjadi keputusan penyelenggaraan pemilu akan terlindungi. Padal prinsip penyengara adalah profesionalitas dan akuntabilitas. Wajar dikatakan keputusan Bawaslu banci, KPU banci, dan keputusan DKPP amat dan sangat banci,”tandasnya. (Davin)

Komentar