Petani Milenial Bersaing Perebutkan Tiket ke Tingkat Nasional Sebagai Petani Teladan

Nasional280 Dilihat

Ujang Hatamsyah (kiri) dan petugas Balai Pertanian (hem)

BeTimes.id-Ujang Hatamsyah menjadi petani teladan yang kini melaju ke tingkat Provinsi Jawa Barat memperebutkan tiket ke tingkat nasional, telah menggeluti pertanian sejak masih masih kecil. Dia dijuluki sebagai petani milenial.

Bahkan, karena kebiasaannya, di saat masih kelas V Sekolah Dasar, sudah mampu mengangkat di pundaknya satu karung padi. Dan karena kecintaannya, sehingga sejak lulus STM, ia malah langsung fokus ke pertanian. Mulailah dia mengelola tanaman padi menggunakan pupuk organik, dengan keyakinan secara bertahap hasil panennya akan semakin baik.

Petani muda yang dijuluki Camat Karangbahagia Karnadi  sebagai petani milenial ini, sejak lulus STM langsung menggeluti pertanian dan berusaha melakukan inovasi dengan mengganti pupuk kimia ke organik.

Ujang Hatamsah kepada Bekasi Times, mengaku tidak mudah mengubah pola pikir para petani dalam penggunaan pupuk organik, karena sudah menjadi kebiasaan sejak tahun 1960 lalu.

Diakui, menggunakan pupuk organik, tidak serta merta hasilnya akan semakin baik. Justru sebaliknya, di awal penggunakan pupuk organik, hasil panen bisa menurun. Tetapi, karena yakin suatu saat akan meningkat lagi, sehingga terus menggunakannya. “Itulah yang saya lakukan, dan setelah 5 hingga 6 kali tanam pasti, pasti hasilnya lebih baik, di samping kualitas berasnya lebih layak dikonsumsi,” katanya.

Dengan pola tanam dan penggunaan pupuk organik inilah, akhirnya ia dipilih sebagai petani teladan tingkat Kecamatan Karangbahagia hingga juara tingkat Kabupaten Bekasi dan saat ini bersaing dengan petani dari Kota/Kabupaten se-Jawa Barat. “Saya hanya berharap, lolos ke tingkat nasional dan menjadi juara,” katanya.

Pengalamannya, menggunakan pupuk organik, dia awal akan menurun hasilnya di banding dengan penggunaan  pupuk konvensional yang menghasilkan  6-7 ton, namun jika tanaman padi yang keenam kalinya, pastilah meningkat. “Makanya, saya tetap menggunakannya, karena kelak selain lebih ringan biayanya, juga hasilnya meningkat. Awal tanam memang hasilnya menurun,” katanya.

Sebelumnya, ia menyewa  tanah dengan menggunakan pupuk organik, namun ketika mau tanam keenam kalinya, tanahnya tidak disewakan lagi. Padahal, setelah tanaman selanjutnya diyakini akan terus meningkat. “Sekarang saya mulai lagi, kebetulan tanah pemberian dari orangtua isteri, sehingga penggunaan pupuk organik ini akan terus berlanjut. Saya yakin, kelak akan banyak petani menggunakan pupuk organik, setelah petani lainnya melihat hasilnya,” katanya.

Para petani beranggapan tidak mau mengambil resiko, karena hasil panen dengan pupuk kimia masih lebih bagus. “Itu memang benar, namun diyakini kelak dengan pupuk organik, hasilnya jauh meningkat, di samping biayanya ringan, dan berasnya jauh lebih bagus. Saya akan membuktikan pakai organik, hasilnya jauh lebih bagus,” katanya. (hem)

Komentar